Istilah Gereja Katolik digunakan secara
khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari
Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik
yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup
Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan sebutan Paus.
"Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan
dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa:
"Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada
Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ.
·
Masa
Yesus
Kehadiran
Yesus di dunia adalah sebagai awal lahirnya Gereja.
Masa Para
Rasul
Perkembangan
gereja pada masa ini sampai pada tahap mendirikan perkumpulan Jemaat
Perdana yang juga disebut Gereja Perdana. Mereka selalu bertekun pada
ajaran para Rasul, berkumpul, berdoa, dan memecahkan roti bersama. Mereka
menganggap segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Mereka juga membagikan
harta sesuai dengan keperluan. Yang paling berperan di masa ini adalah St.
Petrus. Setelah Yesus wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan pemberani.
Masa
Sesudah Para Rasul
Masa ini
Gereja sudah berpusat di Roma, tempat wafatnya St.Petrus. Pemimpin gereja yang
pertama adalah St.Petrus. Penerus St. Petrus disebut "Uskup Roma"
atau "Paus".
Masuk ke
Indonesia
Sejarah Katolik di
Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke
kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah
orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara)
yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada
tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso,
seorang saudagar Portugis.
Ketika itu para
pelaut Portugis baru saja menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan
bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga
datang untuk menyebarkan Injil.
Salah satu pendatang di
Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada
tahun 1546 sampai 1547 datang
mengunjungi Pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga
membaptis beberapa ribu penduduk setempat.
Masa Pendudukan
Pedagang Belanda ( VOC ) / Kompeni
Sejak kedatangan dan
kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia
tahun 1619 – 1799, akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di
Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa
wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC
beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang
berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta
Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan
saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik
di Ambon.
Imam-imam Katolik diancam
hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC.
Pada 1624 Pastor Egidius d’Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia
pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena
mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes,
seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi
hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik
lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung,
lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx,
seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya
dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada
beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah
ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di
Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa
Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania
Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada
yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda
kehilangan kedaulatannya.
Pada
tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat
adiknya, Lodewijkatau Louis Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja
Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dinyatakan bubar.
Masa
Pemerintahan Hindia Belanda
Perubahan politik di Belanda,
khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang
cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah.
Pada tanggal 8
Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat
persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur
Apostolik Hindia Belanda di Batavia
Pada tanggal 4 April 1808, dua
orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen,
Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek
Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur
Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan
pemerintah Hindia Belanda . Kebebasan beragama kemudian diberlakukan,
walaupun agama Katolik saat itu agak dipersulit.
Imam saat itu hanya 5 orang
untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama
lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50
orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang
sampai tahun 1891.
Dan perkembangan agama
Katolik di Pulau Jawa dimulai dengan masuknya Pastor Van Lith.
Masa Van Lith
Misi
Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke
Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang
memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari
daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran
agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa
berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di
antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat
ziarah Sendangsono.
Romo van
Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900
dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918
sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius.
Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada
permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
Pada 1911
Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama
dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu
Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ.
Masa Perjuangan Kemerdekaan/Pasca Kemerdekaan
Albertus
Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun
1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus
Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan
Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda
II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik
Indonesia.
Mgr.
Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan
pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat
berjalan terus.Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama
Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945)
dan Yos Sudarso (1961).
Masa Orde
Baru
Kardinal
pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal
29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik
dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus
Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes
Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta,
Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan
Dili (Timor Timur).